BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dalam
penjelasan ontologi paradigma konstruktifitas, realitas merupakan konstruksi
sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas
sosial bersifat nisbis, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai
relevan oleh pelaku sosial.
Akhirnya,
dalam pandangan paradigma defenisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan
manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial
disekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George
Simmel, bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri diluar individu, yang
menurut kesan kita bahwa realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang
menguasainya.
Dalam
aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan
jiwa dalam tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan
tersebut lebih konkrit lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah informasi,
relasi, substansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan, manusia
adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa
kunci pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta. Descartes
kemudian memperkenalkan ucapannya “saya berfikir karena itu saya ada”.
Kata-kata Descartes yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan
gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apakah
yang dimaksud dengan realitas sosial?
2.
Mengapa
konstruksi sosial dikatakan sebagai ilmu dan filsafat?
3.
Tahap-tahap
apa saja yang dilalui dalam proses melahirkan konstruksi sosial media massa?
4.
Mengapa
realitas sosial dikatakan sebagai bentukan dari media massa?
5.
Apakah
bahasa merupakan realitas sosial iklan?
6.
Nilai-nilai
apa yang muncul akibat acuan konstruksi sosial media massa?
BAB
II
REALITAS
MEDIA DAN
KONSTRUKSI
SOSIAL MEDIA MASSA
A. Diskursus
Realitas Sosial
Pada
umumnya teori dalam paradigma definisi sosial sebenarnya berpandangan bahwa
manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Dalam arti, tindakan
manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan,
nilai-nilai, dan sebagainya, yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial
yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosial.
Dalam
penjelasan ontologi paradigma konstruktifitas, realitas merupakan konstruksi
sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas
sosial bersifat nisbis, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai
relevan oleh pelaku sosial.
Akhirnya,
dalam pandangan paradigma defenisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan
manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial
disekelilingnya. Dunia sosial itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George
Simmel, bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri diluar individu, yang
menurut kesan kita bahwa realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang
menguasainya.
Max
Weber melihat realitas sosial sebagai perilaku sosial yang memiliki makna
subjektif, karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Perilaku sosial
itu menjadi “sosial”, oleh Weber dikatakan, kalau yang dimaksud subjektif dari
perilaku sosial membuat individu mengarahkan dan memperhitungkan kekuatan orang
lain dan mengarah kepada subjektif itu. Perilaku itu memiliki kepastian kalau
menunjukkan keseragaman dengan perilaku pada umumnya dalam masyarakat.
B. Konstruksi
Sosial Sebagai Ilmu dan Filsafat
Dalam
aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan
jiwa dalam tubuh manusia dan sejak Plato menemukan akal budi dan ide. Gagasan
tersebut lebih konkrit lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah informasi,
relasi, substansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan, manusia adalah
makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci
pengetahuan adalah logika dan dasar pengetahuan adalah fakta. Descartes
kemudian memperkenalkan ucapannya “saya berfikir karena itu saya ada”.
Kata-kata Descartes yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan
gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini.
Pada
tahun 1710, Vico dalam “De Antiquissima Italorum Sapientia”, mengungkapkan
filsafatnya dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia
adalah tuan dari ciptaan”. Ia menjelaskan, “mengetahui” berarti “ mengetahui bagaimana membuat
sesuatu”. Hal ini berarti seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan
unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, bahwa hanya Tuhan
sajalah yang dapat mengerti alam raya ini karena Dia yang tahu bagaimana
membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat
mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksikannya. Sejauh ini ada tiga macam
konstruktivisme yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme realisme
hipotesis, dan konstruktivisme biasa. Kontruktivisme radikal hanya dapat
mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran manusia. Kaum konstruktivisme radikal
mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu
kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksikan suatu realitas
ontologis objektif, namun sebagai sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman
seseorang.
Dalam
pandangan realisme hipotesis pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur
realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
Sedangkan konstruktivisme biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan
memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu. Dari ketiga macam
konstruktivisme terdapat kesamaan, dimana konstruktivisme dilihat sebagai
sebuah kerja kognitif individu untuk
menafsirkan dunia realitas yang ada, karena terjadi relasi sosial antara
individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Gagasan konstruksi sosial
telah dikoreksi oleh gagasan dekonstruksi yang melakukan interpretasi terhadap
teks, wacana, dan pengetahuan masyarakat.
Jika
konstruksi sosial adalah konsep kesadaran umum dan wacana publik, maka menurut
Gramsci, negara melalui alat pemaksa, seperti birokrasi, administrasi, maupun
militer ataupun melalui supremasi terhadap masyarakat dengan mendominasi
kepemimpinan moral dan intelektual secara kontekstual. Kondisi dominasi ini
kemudian berkembang menjadi hegemoni kesadaran individu pada setiap warga
masyarakat. Sehingga wacana yang diciptakan oleh negara akhirnya dapat diterima
oleh masyarakat sebagai akibat dari hegemoni itu.
Frans
M. Parera (Berger dan Luckmann, 1990:xx) menjelaskan, tugas pokok sosiologi
pengetahuan adalah menjelaskan dialektika antara diri dengan dunia
sosiokultural. Dialektika ini berlangsung dalam proses dengan tiga momen
simultan yaitu :
§ Eksternalisasi
(penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai sebagai produk manusia.
§ Objektivasi, yaitu
interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dikembangkan atau
mengalami proses institusionalisasi.
§ Internalisasi, yaitu
proses yang mana individu mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga
sosial atau organisasi sosial tempat individu menjadi anggotanya.
Sosialisasi
yang tidak sempurna itu berakibat terbentuknya konstruksi sosial baru di
masyarakat. Inilah proses eksternalisasi yang di kmaksud Berger dan Luckmann.
C. Konstruksi
Sosial Media Massa; Kritik Terhadap Berger dan Luckmann
1. Tahap
Konstruksi Sosial Media Massa
Substansi
teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Berger dan Luckmann adalah
pada proses simultan yang terjadi secara alamiah melalui bahasa dalam kehidupan
sehari-hari pada sebuah komunitas primer dan semi-sekunder. Basis sosial teori
dan pendekatan ini adalah masyarakat transisi-modern di Amerika pada sekitar
tahun 1960-an, dimana media massa belum menjadi sebuah fenomena yang menarik
untuk dibicarakan. Dengan demikian teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckmann tidak memasukkan
media massa sebagai variabel atau fenomena yang berpengaruh dalam konstruksi
sosial atas realitas.
Melalui
Konstruksi Sosial Media Massa, Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat
Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L.
Berger dan Lukcmann telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media
massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjectivasi, dan
internalisasi. Dengan demikian sifat-sifat dan kelebihan media massa telah
memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan
lambat itu. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.
Posisi
konstruksi sosial media massa adalah mengkoreksi kelemahan dan melengkapi
konstruksi sosial atas realitas, dengan menempatkan seluruh kelebihan media
massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media massa atas
konstruksi sosial relitas. Dari konten konstruksi sosisal media massa, proses kelahiran konstruksi sosial media massa melalui
tahap-tahap sebagai berikut :
a.
Tahap
Menyiapkan Materi konstruksi
Masing-masing media memiliki desk yang berbeda-beda
sesuai dengan kebutuhan dan visi suatu media. Isu-isu penting setiap hari
menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan dengan tiga hal yaitu
harta, tahta, dan wanita.
b.
Tahap
Sebaran Konstruksi
Pilihan-pilihan wilayah sebaran adalah strategi lain
dalam sebaran konstruksi media berdasarkan pada segmentasi. Pilihan-pilihan
sumber informasi juga dapat dipilih berdasarkan pemetaan kekuasaan sosial
informasi itu di masyarakat.
c.
Pembentukan
Konstruksi Realitas. Tahap ini terbagi atas dua yaitu tahap pembentukan
konstruksi realitas dan pembentukan konstruksi citra.
d.
Tahap
Konfirmasi
Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun
pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya
untuk terlibat dalam pembentukan konstruksi.
2. Realitas
Media ; Realitas Yang Dikonstruksikan Oleh Media Massa
Realitas
media adalah realitas yang dikonstruksi oleh media dalam dua model antara lain
:
§ Model Peta Analog yaitu model dimana realitas sosial
dikonstruksi oleh media berdasarkan sebuah model analogi sebagaimana suatu
realitas itu terjadi secara rasional.
§ Model Refleksi Realitas
yaitu model yang merefleksikan suatu kehidupan yang terjadi dengan
merefleksikan suatu kehidupan yang pernah terjadi di dalam masyarakat.
D. Realitas
Sosial Bentukan Media Massa ; Iklan Televisi
Teknologi
secara fungsional telah menguasai masyarakat, bahkan pada fungsi substansial,
seperti beberapa sistem norma dimasyarakat, umpamanya sistem komunikasi, seni
pertunjukan,dsb. Dalam dunia pertelevisian, sistem teknologi telah menguasai
jalan pikiran masyarakat, televisi menguasai pikiran-pikiran manusia dengan
cara membangun teater dalam pikiran manusia, sebagaimana gambaran realitas
dalam iklan televisi.
Wacana
simulasi adalah ruang pengetahuan yang dikonstruksikan oleh iklan televisi,
dimana manusia mendiami suatu ruang realitas, dimana perbedaan antara yang
nyata dan fantasi, atau yang benar dengan yang palsu menjadi sangat tipis.
Manusia hidup dalam dunia maya dan khayal. Para copywriter iklan televisi,
kendati mengetahui tidak ada hubungan antara iklan dengan keterpengaruhan
pemirsa terhadap iklan tertentu, namun dorongan kapitalisme untuk menjadikan
iklan sebagai medium pencitraan terhadap produk-produk kapitalisme lebih
mempengaruhi jalan pikiran copywriter disaat mereka melalui pekerjaan mereka.
Para copywriter lebih percaya bahwa iklan-iklan yang besar dengan kekuatan
pencitraan yang kuat akan lebih besar kekuatan mempengaruhi pemirsa, apalagi
kalau pencitraan itu dilakukan melalui konstruksi realitas sosial walaupun
realitas itu sifatnya semu.
Tanpa
disadari citra dalam iklan televisi telah menjadi bagian dari kesadaran palsu
yang sengaja dikonstruksi oleh copywriter dan visualiser untuk memberi kesan
yang kuat terhadap produk yang diiklankan.
E. Bahasa
Sebagai Realitas Sosial Iklan
Pembentukan
realitas bahasa ini tidak terlepas dari peran diri pemirsa yang secara
dialektika berhubungan dengan lingkungannya. Dengan kata lain telah terjadi
internalisasi atas realitas sosial yang sesungguhnnya. Berdasarkan penjelasan
diatas dapat disimpulkan penciptaan realitas dilakukan dengan menggunakan
bahasa (verbal maupun visual) atau tanda bahasa (simbol). Ketika akan
menciptakan realitas benda, maka bahasa dapat digunakan untuk penggambaran
realitas itu, namun disaat akan menciptakan citra realitas terhadap suatu
benda, maka bahasa saja tidak cukup untuk tujuan tersebut, sehingga digunakan
tanda bahasa sebagai alat penggambaran citra tersebut.
Sebagai
bagian dari dunia komunikasi, maka iklan menggunakan bahasa sebagai alat utama
untuk melakukan penggambaran tentang sebuah realitas. Demikian pentingnya
bahasa sebagai alat iklan, maka didalam iklan bahasa digunakan untuk semua
kepentingan. Bahasa juga difahami sebagai wacana dimana iklan dilihat sebagai
seni. Artinya, iklan merupakan seni bagaimana orang menggunakan bahasa untuk
menawarkan sesuatu.
Jadi,
didalam iklan, bahasa digunakan dengan dua tujuan, pertama sebagai media
komunikasi dan kedua bahasa digunakan untuk menciptakan sebuah realitas.
Sebagai media komunikasi maka iklan bersifat informatif sedangkan sebagai
wacana penciptaan realitas, maka iklan adalah sebuah seni dimana orang
menggunakan bahasa untuk menciptakan dunia yang diinginkannya, termasuk
menciptakan wacana itu sendiri.
F. Sumber
Nilai Acuan Konstruksi Sosial Media Massa
Umumnya
nilai yang dikonstruksi oleh media massa adalah nilai yang bersumber dari
redaktur dan para desk media massa. Kalau nilai itu adalah gagasan (bukan
fikiran) yang menyatakan apakah perilaku tertentu benar atau salah.
Nilai-nilai
lain yang menjadi acuan konstruksi sosial media massa adalah perubahan sosial
yang terjadi di masyarakat. Sebagaimana disadari, bahwa perubahan sosial di
masyarakat identik dengan gagasan kemodernan. Gagasan kemodernan itu identik
dengan kebaratan. Artinya selama perubahan itu datangnya dari barat, maka
perubahan itu diterima karena dianggap modern. Gagasan-gagasan tentang
kemodernan itu identik pula dengan materi, karena itu nilai tentang baik buruk,
berarti atau tidak berarti, pantas atau tidak pantas, semuanya diukur dengan
materi dan itu bisa dipertukarkan dengan uang. Siapa saja yang ingin modern
maka harus menggunakan simbol-simbol materi kebendaan yang sesuai dengan nilai
kebaratan. Untuk itu semua harus dibeli dengan uang. Acuan nilai yang bersumber
dari perubahan sosial semacam ini kemudian menebar kemana-mana disegala
kehidupan, termasuk media massa. Nilai perubahan sosial memiliki kaitan dengan
kapitalisme terutama yang menekankan gaya hidup modern serta menempatkan nilai
materi sebagai puncak nilai tertinggi. Nilai-nilai perubahan sosial juga
memiliki kesamaan dengan nilai yang dijunjung tinggi oleh kapitalisme, terutama
karena keduanya mengagumkan materi dan secara beriringan mengkonstruksi jalan
fikiran serta nilai-nilai yang membimbing redaktur dan pada desk media massa
dalam mengemas pemberian-pemberian mereka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Melalui
Konstruksi Sosial Media Massa, Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat
Kapitalistik, teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L.
Berger dan Lukcmann telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media
massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subjectivasi, dan
internalisasi. Dengan demikian sifat-sifat dan kelebihan media massa telah
memperbaiki kelemahan proses konstruksi sosial atas realitas yang berjalan
lambat itu. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi
informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan
sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga
membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.
Posisi
konstruksi sosial media massa adalah mengkoreksi kelemahan dan melengkapi
konstruksi sosial atas realitas, dengan menempatkan seluruh kelebihan media
massa dan efek media pada keunggulan konstruksi sosial media massa atas
konstruksi sosial relitas.
Nilai
perubahan sosial memiliki kaitan dengan kapitalisme terutama yang menekankan
gaya hidup modern serta menempatkan nilai materi sebagai puncak nilai
tertinggi. Nilai-nilai perubahan sosial juga memiliki kesamaan dengan nilai
yang dijunjung tinggi oleh kapitalisme, terutama karena keduanya mengagumkan
materi dan secara beriringan mengkonstruksi jalan fikiran serta nilai-nilai
yang membimbing redaktur dan pada desk media massa dalam mengemas
pemberian-pemberian mereka.
B. Saran
Setelah kita
membahas konstruksi sosial semoga kita semua dapat memahaminya dengan seksama.
Kepada para pembaca semoga dengan penjelasan yang ada dalam makalah kami para
pembaca akhirnya mengetahui realitas yang terjadi akibat konstruksi sosial
media massa, dengan harapan semoga realitas yang ditimbulkan akibat media massa
tidak akan menjerumuskan kita ke dalam jurang khayalan dan dunia maya. Selain
itu harapan kami adalah hindari penilaian yang bersifat materi untuk mengikuti
gaya hidup modern. Dan kami ucapkan terima kasih atas partisipasi para pembaca,
apabila makalah kami ini belum memenuhi standar kebenaran maka kami harap para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran untuk perbaikan makalah ini.